Apa Aja

Apa Aja

Senin, 04 April 2016

ISLAM SEBAGAI BIMBINGAN MENTAL DALAM AL-QUR’AN

ISLAM SEBAGAI BIMBINGAN MENTAL DALAM AL-QUR’AN
Makalah ini dibuat sebagai syarat untuk memenuhi mata kuliah
 Studi al-Qur’an
Dosen Pengampu: 1. DR. Hj. Tutik Hamidah, M.Ag
2. DR. M. Fauzan Zenrif, M.Ag

ABUSTAN
Nim:  15750013          







PROGRAM MAGISTER
STUDI ILMU AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2015-2016

A.    Pendahuluan
Melihat kehidupan yang penuh dengan tantangan dan rintangan menyebabkan manusia diliputi banyak permasalahan dalam setiap hal. Mengaharuskan mencari solusi dari setiap masalah tersebut sehingga bisa menjawab dan memberikan cara-cara penyelesaiannya. Menjadikan agama islam sebagai solusi dari setiap masalah akan memberikan hasil yang maksimal berupa bimbingan mental. Bimbingan tersebut dapat menyelesaikan apapun yang menjadi hambatan dan rintangan sehingga menguatkan kepribadian seseorang dalam menjalani hidup ini.
Berawal dari kemantapan dalam mencari, menggali dan memberikan solusi setiap permasalahan, mampu untuk melihat dirinya sebagai pemecah masalah yang dihadapi secara efektif dan tidak menimbulkan tekanan kejiwaan yang dahsyat.
Dengan demikian apapun jenis dan bentuk masalah yang ada dapat terpecahkan dengan langkah pertama adalah menjadikan al-qur’an sebagai pedoman hidup yang dilengkapi sunnah nabi, sehingga jelas mana yang harus dikerjakan dengan baik dan mana yang menjadi larangan untuk ditinggalkan agar supaya kita semua memiliki mental yang kuat dalam menghadapi setiap lika-liku kehidupan. Makalah memakai metode tafsir maudhu’i (tematik) yaitu mengaitkan antara ayat dengan ayat dengan menyimpulkan suatu masalah yang sesuai dengan topik pembahasan menurut pandangan al-Aur’an. [1]  
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk memberikan solusi dari setiap permaslahan yang muncul seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa memberikan kemudahan bagi pemakainya atau memberikan kemudaratan. Semua itu bisa teratasi asalkan tetap pada tata aturan yang berlaku.
2.      Memberikan pemahaman yang mendalam dalam menyelesaikan problematika kehidupan, karena tidak semua orang mampu menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapinya sehingga mereka membutuhkan bimbingan ataupun konseling untuk menyelesaikan permasalahannya itu.
3.      Mengarahkan manusia untuk tetap pada kodratnya yaitu menjadi hamba yang bergama Islam yang kuat, sabar, tawakkal dan sebagainya dalam menghadapi segala macam cobaan dari Allah sehingga menjadikan dirinya makhluk yang paling sempurna diantara makhluk yang lain karena dikaruniai oleh akal dan nafsu.














B.     Islam sebagai Bimbingan Mental dalam al-Qur’an
Dalam arti Islam sebagai bimbingan mental merupakan solusi untuk menyelesaikan segala permalasalahan kepribadian (mental) dalam kehidupan sehari-hari, sehingga wajib menjadikan al-qur’an sebagai pedoman hidup. Berawal dari QS. al-An’am ayat 125 yaitu:
`yJsù ϊ̍ムª!$# br& ¼çmtƒÏôgtƒ ÷yuŽô³o ¼çnuô|¹ ÉO»n=óM~Ï9 ( `tBur ÷ŠÌãƒ br& ¼ã&©#ÅÒムö@yèøgs ¼çnuô|¹ $¸)Íh|Ê %[`tym $yJ¯Rr'Ÿ2 ߨè¢Átƒ Îû Ïä!$yJ¡¡9$# 4 šÏ9ºxŸ2 ã@yèøgs ª!$# }§ô_Íh9$# n?tã šúïÏ%©!$# Ÿw šcqãZÏB÷sムÇÊËÎÈ  
Artinya:“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk menerima Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”  [2]

Selanjutnya akan dikaji dari kata-kata tertentu dalam ayat di atas sebagai berikut:
1.      Kata يَهْدِيَهُ
Kata di atas berasal dari هدى- يهدى  yang berarti memberi petunjuk/hidayah, serta dalam kamus “Mutarjim” juga dikatakan sebagai bimbingan, yang tentunya ada hubungan dengan bimbingan mental. Kata Yahdiyahu<  di dalam al-Qur’an digunakan sebanyak 3 kali. Dalam QS. al-An’am (6) ayat 125 disebutkan sebanyak 1 kali. Dalam QS. Al-Hajj (22) ayat 4 disebutkan sebanyak 1 kali. Dan dalam QS. Al-Jatsiyah (45) ayat 23 disebutkan sebanyak 1 kali.  [3]

Diamati dari kata-kata yang terdapat pada surat dan ayat tersebut dapat dilihat adanya hubungan dengan memberi petunjuk atau bimbingan,  pada hal ini Allah akan memberikan hidayah pada hamba yang Ia kehendaki sehingga hambanya tidak tersesat dari jalan-Nya.[4] lalu terkhusus pada Syaithan yang memberi arah kesesatan jikalau manusia itu berteman dengannya. [5] kemudian manusia yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan sehingga hanya Allah lah saja yang dapat memberinya petunjuk atau bimbingan agar terhidar dari perbudakan hawa nafsu.[6]
Dari paparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hanya Allah yang dapat memberikan  petunjuknya untuk menjadikan hamba-Nya sebagai pribadi terarah ketika hamba tersebut tersesat dari segala godaan syaithan dan dorongan hawa nafsu.
2.      Kata صَدْرَه يَشْرَحْ
Dalam al-Qur’an, kata  يَشْرَحْ yang asal katanya شرح - يشرح - اشرح  yang artinya menerangkan atau menjelaskan, kata يَشْرَحْ disebutkan hanya 2 kali akan tetapi yang seakar kata denganya disebut sebanyak 5 kali.  Dalam QS. al-An’am (6) ayat 125 disebutkan sebanyak 1 kali. Dalam QS. az-Zumar (39) ayat 22 disebutkan sebanyak 1 kali. Dalam QS. asy-Syarh (94) ayat 1 disebutkan sebanyak 1 kali. Dalam QS.  an-Nahl (16) ayat 106 disebutkan sebanyak 1 kali. Dalam QS. Taha (20) ayat 25 disebutkan sebanyak 1 kali. [7]
Sedangkan Kata  صَدْرَه yang berasal dari صدر – يصدر – صدر  berarti dikeluarkan atau dikeluarkan dalam kamus mutarjim, sedang  صَدْرَه sendiri berarti “dadanya”.  kata صَدْرَه sendiri di dalam al-Qur’an hanya disebutkan sebanyak 3 kali. Dalam QS. al-An’am (6) ayat 125 disebutkan sebanyak 2 kali. Dalam QS. az-Zumar (39) ayat 22. [8]

Kedua kata tersebut hampir selalu berdampingan di dalam al-Qur’an yang sepadan kata-katanya atau yang seakar kata dengannya. Diantaranya QS. az-Zumar (39) ayat 22, QS. al-An’am (6) ayat 125, QS. Taha (20) ayat 25, QS. asy-Syarh (94) ayat 1, dan QS.  an-Nahl (16) ayat 106. [9]
Adapun makna dari  يَشْرَحْ صَدْرَهُ adalah melapangkan dadanya untuk menerima kebenaran dan menyambut cahaya keimanan yang datang kepadanya, tanda-tandanya adalah memilih tempat yang kekal dan berpaling dari tempat yang penuh tipu daya yaitu dunia setelah itu menyiapkan diri untuk menyambut kematian sebelum kematian yang datang kepadanya. [10]
Menurut abu bakar kata الشرح (masdar) mempunyai arti التوسعة (meluaskan) dan juga bermakna mensyarah sesuatu yaitu menjelaskan dan menerangkan sesuatu itu serta termasuk makna As-Syarhu adalah mentasyrih daging yaitu memotongnya, meluaskan dadanya untuk menerima iman. Maka bisa diartikan sebagai Allah bisa melapangkan kepada manusia berupa petunjuk atau hidayah dengan kata lain memberikan bimbingan untuk memilih jalan yang diridhai-Nya. Sehingga manusia tidak tersesat dari jalan yang sudah menjadi ketentuan Allah dan Rasul-Nya. [11]
Seperti halnya juga dalam QS. Asy-Syarh ayat 1-8 pada ayat tertentu juga mengemukakan tentang melapangkan dada terkhusus pada ayat pertama kemudian pada ayat 5 dan 6 memberikan informasi bahwa sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. Yang berarti Allah akan selalu memberikan kemudahan kepada hamba-Nya setelah mendapat kesulitan. Hal tersebut seperti yang terjadi Nabi saw setelah sekian lama menanggung beban yang berat dan tidak menemukan jalan keluar, kemudia Allah memberikan petunjuknya sehingga beliau dapat menghadapi segala rintangan dari orang-orang yang membencinya mendakwahkan agama Islam. Karena saat itu terlalu banyak kemaksiatan yang terjadi. [12]
Adapun penggalang QS. al-An’am ayat 125 sebagai berikut:
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ
Artinya: “Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Allah melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.”
Artinya Allah akan senantiasa memudahkan, menguatkan dan meringankan dirinya kepada agama Islam, inilah tanda-tanda menuju kepada Kebaikan, Sebagaimana Firman Allah dalam QS. al-Hujurat (49): 7.
Mengenai firman Allah sebelumnya, Ibnu Abbas Ra, berkata: Allah melapangkan hatinya untuk bertauhid dan beriman kepada Allah. Demikian juga yang dikatakan oleh Abu Malik dan lainnya, pengertian inilah yang jelas. [13] begitupun menurut ‘Aidh al-Qarni bahwa Allah Akan memudahkan hambanya menerima pentunjuk untuk beragama Islam bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan mereka merasa bahagia terhadap petunjuk itu. [14]
Adapun menurut Allamah Kamal Faqih bahwa Allah memberi petunjuk bagi orang yang patut mendapatkannya dan makna istilah al-Qur’an Shadr adalah “hati” atau “ruh” oleh Karena itu tujuan dari melapangkan dada atau membuka hati adalah meluaskan lingkup jiwa, pikiran dan ketinggian ruh untuk menerima kebenaran dan petunjuk.[15] Kondisi ini juga diperlukan agar manusia meninggalkan segala keinginan nafsu dan hasrat jiwa yang rendah, manusia yang berhasil terbuka hatinya akan memperoleh cahaya, pandangan yang luas dan kebulatan hati dalam menerima kebenaran. [16]
Dengan demikian bahwa setiap manusia yang telah terbuka hati dan pikirannya untuk menerima petunjuk dan hidayahnya atau dengan kata lain mendapat bimbingan dari Allah maka dia akan dapat menerima dengan perasaan bahagia bahkan bias menampakkan cahaya di dalam hatinya.
3.       Kata  يُضِلَّهُ
Dalam al-Qur’an kata يُضِلَّهُ berasal dari اضل- يضل  yang berarti menyesatkan, telah disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 2 kali. Dalam QS. al-An’am (6) ayat 125 disebutkan sebanyak 1 kali dan QS. al-Hajj (22) ayat 4.[17]  Dilihat dari hubungan kedua ayat di atas berkaitan dengan penyesatan, orang yang selalu menuruti godaan dari syaitan akan disesatkan kemudian di hari kemudian akan dimasukkan ke dalam neraka. [18] kemudian manusia juga akan disesatkan oleh Allah bagi siapa yang dikehendakinya, tentunya manusia yang tidak mau menerima petunjuk. [19]
Adapun orang-orang yang memang ditakdirkan sesat sesuai dengan hukum Allah dalam penyesatannya yaitu mereka yang membenci petunjuk dan menutup fitrahnya dari kebenaran. Maka orang itu jelas tertutup mata hatinya dan tak memiliki penglihatan lagi sehingga sulit menerima kebenaran itu. [20]
Maka orang yang tidak siap menerima kebenaran, maka ia tidak dapat menaiki tangga kesadaran, karena tidak menggunakan kecendrungan alamiah akal dan fitrahnya sebagai manusia yang menginginkan petunjuk atau bimbingan dari Allah. [21]
4.      Kata  ضَيِّقًا  
Kata  ضَيِّقًا yang berasal dari  ضاق- يضيق- ضيقا berarti sempit atau menjadi sempit dalam kamus mutarjim.[22] Kata ini telah disebutkan di dalam al-Qur’an sebanyak  2 kali. Dalam QS. al-An’am (6) ayat 125 disebutkan sebanyak 1 kali. Dalam QS. al-Furqan (25) ayat 13 disebutkan sebanyak 1 kali.[23]  Kedua ayat tersebut mengandung kata sempit, orang yang dijadikan dadanya sempit dan sesak seakan-akan dia menanjak ke langit sebagai bagian dari balasan Allah terhadap orang yang tidak dapat petunjuk. [24] orang yang tidak percaya dengan adanya hari kiamat akan mendapatkan tempat yang sempit di neraka sebagai balasan-Nya. [25]


Adapun penggalang QS. al-An’am ayat 125 sebagai berikut:
وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا
Artinya: “Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak,”
Dari ayat tersebut di atas Abu ja’far mengutip pendapat al-Qasim bahwa manusia yang tidak didadapati dalam hatinya kalimat لا اله الا الله  “tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah.[26] Jadi di dalam hatinya tidak terdapat keimanan karena memang dia yang mengerjakan kekufuran dan kemaksiatan sehingga dadanya atau hatinya disempitkan sehingga tidak bisa memperoleh petunjuk atau bimbingan dari Allah sebab sengaja menjauh, beda dengan orang yang dilapangkan hatinya karena berusa untuk meneguhkan keimanannya kepada Allah. [27]
C.    Efek Agama Islam terhadap Mental (kepribadian)
Sebelum membahas efek agama Islam terhadap mental terlebih dahulu, membahas mengenai pengertian mental, secara definitif belum ada kepastian dari ahli kejiwaan. Adapun secara bahasa mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti psyche (psikis, jiwa atau kejiwaan. [28] pengertian lain yaitu yang berhubungan dengan pikiran, akal, ingatan atau proses yang berasosiasi dengannya. [29]
Adapun Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”. [30]  
Begitu pun yang telah dijelaskan sebelumnya menurut Allamah Kamal Faqih tentang kata  يَشْرَحْ صَدْرَهُ yang berarti melapangkan dadanya yaitu membuka hati adalah meluaskan lingkup jiwa, pikiran dan ketinggian ruh untuk menerima kebenaran dan petunjuk. [31]

øŒÎ)ur xs{r& y7/u .`ÏB ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä `ÏB óOÏdÍqßgàß öNåktJ­ƒÍhèŒ öNèdypkô­r&ur #n?tã öNÍkŦàÿRr& àMó¡s9r& öNä3În/tÎ/ ( (#qä9$s% 4n?t/ ¡ !$tRôÎgx© ¡ cr& (#qä9qà)s? tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# $¯RÎ) $¨Zà2 ô`tã #x»yd tû,Î#Ïÿ»xî ÇÊÐËÈ  
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", [32]
Selanjutnya akan dibahas mengenai efek dari agama terhadap “Mental”[33] manusia. Penciptaan manusia memang sudah menjadi kodrat dan sebagai kesiapan ilmiah dari pemeluknya bahkan mendarah daging sejak azali di dalam jiwanya. [34] Dari ayat di atas bisa dipahami bahwa Allah telah memberikan petunjuknya kepada setiap hamba bahkan sebelum lahir pun sudah diberikan suatu bimbingan ketika akan menjalani kehidupan di dunia ini. Sehingga demikian itu Agama Islam sudah tertanam dalam jiwa setiap manusia mulai dari orang pertama yaitu Nabi Adam As. Yang memang sudah dikenalkan dengan agama Islam. Begitupun dengan firman-Nya sebagai berikut:
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$#  ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ  
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui [35]
Menurut Utsman Najati tentang Fitrah Allah  adalah ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah  wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan, serta manusia memang jelas mempunyai kesiapan alamiah memahami pencipta dengan cara melihat kekuasaan dan kebesaran-Nya berupa tanda-tanda dari muka bumi ini. [36]
Sekarang ini agama masih sering dipandang hanya sebagai panutan. Dianggap sebagai sesuatu yang datang dari luar dan asing. Padahal kalau kita sadari, potensinya sudah bersemi dalam batin sebagai fitrah manusia. Jalinan keharmonisan antara kebutuhan fisik dan mental spiritual terputus. Akibatnya manusia kehilangan kemampuan untuk mengenal dirinya. Mengenal potensi diri sebagai makhluk beragama. Allah sudah memberikan petunjuknya atau bimbingan akan hal tersebut sesuai dengan sepenggalan firman-Nya yang  mengungkapkan hal itu sebagai berikut:
ôMt/ÎŽàÑ ãNÍköŽn=tã èp©9Ïe%!$# tûøïr& $tB (#þqàÿÉ)èO žwÎ) 9@ö6pt¿2 z`ÏiB «!$# 9@ö6ymur z`ÏiB Ĩ$¨Y9$# .......
Artinya“Mereka diliputi kebinasaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.....” [37]

Ketika manusia mulai melupakan Sang Maha Pencipta dan kehilangan Allah dalam pikirannya maka yakin saja kehidupan menjadi hampa. Seolah-olah dia tidak ada tujuan hidup walau sebenarnya banyak yang beranggapan manusi bisa hidup tanpa adanya agama dalam dirinya, akan tetapi secara kodrat dia telah menyalahkan fitrahnya sebagai manusia yang ber-Tuhan.  Pastinya mereka mendapat kerugian karena manusia adalah makhluk yang memiliki spiritual yang ketika ada masalah maka mengingat-Nya merupakan solusi untuk menenangkan hati sesuai dengan firman-Nya serta juga ada kesamaan asal kata yang dibahas sebelumnya   يُضِلَّهُ dan يَهْدِيَهُ [38]
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# (#ãruŽtIô©$# s's#»n=žÒ9$# 3yßgø9$$Î/ $yJsù Mpt¿2u öNßgè?t»pgÏkB $tBur (#qçR%x. šúïÏtGôgãB
 Artinya: “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mendapat petunjuk.”[39]

Dalam ayat di atas menjelaskan kepada kita mengenai perniagaan yang dilakukan dengan cara menyesatkan orang lain sehingga kesesatanlah yang dijadikan pedoman padahal jelas itu merupakan cara untuk menjauh dari bimbingan Allah swt. Kemudian dengan mengingatnya kita akan terhindar dari pahitnya dunia karena kesesatan sesuai dengan firman-Nya pada QS. Ar-Ra’du (13) :28, kata Qulu<b diartikan  sama dengan Shadr atau pun  jiwa oleh Allamah Kamal Faqih dalam  tafsirannya. Sedangkan kata “mental” menurut  psikolog adalah  psikis, jiwa, kejiwaan, pikiran, akal, ingatan atau  proses yang berasosiasi dengannya.

D.    Kesimpulan
Adapun yang dapat pemakalah simpulkan bahwa Islam merupakan agama yang sudah disempurnakan oleh Allah sehingga tidak ada lagi yang bisa dicari selain dari agama Islam, karena kodrat manusia adalah ber-Tuhan dan memiliki kepercayaan untuk mencari dan memikirkan segala macam ciptaan-Nya yang ada dimuka bumi ini.
Agam Islam juga mampu memberikan bimbingan terhadap mental manusia atau lebih dikenal dalam pembahasan dalam makalah ini Shadr (dada) atau pun Qalb dalam pengertian oleh penafsir al-Qur’an salah satunya Allamah Kamal Faqih dan lain sebagainya sedangkan dalam ilmu psikologi dikenal dengan jiwa dan segala tingkah laku manusia.
Manusia yang mengerti akan potensi beragama dalam dirinya akan menuntunnya ke jalan yang lurus dan terarah karena mendapat bimbingan mental dalam dirinya sejak mereka masih dalam kandungan.
Agama kita yang tercinta akan memberikan petunjuk dimana pun dan kapan pun asalkan tetap berpegang teguh terhadap Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu janganlah sekali-kali kita terlena dengan dunia, nafsu yang membahayakan serta menjadi sahabat dekat dengan makhluk yang sudah dikutuk oleh Allah akan dimasukkan ke dalam neraka-Nya yaitu “Iblis dan Syaitan”.
E.     Saran
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan dapat menjadi bahan bacaan yang menarik dan menjadi sumber rujukan bagi siapa saja yang ingin mengetahui tentang agama islam sebagai bimbingan mental. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah oleh karena itu, saran dan kritikan masih perlu untuk diadakan perbaikan supaya kedepannya bisa lebih baik lagi.




DAFTAR PUSTAKA
‘Abd al-Baqi, Muhammad Fuad,  Al-Mu’jam al-Mufahras Li al-Fadh al-Qur’an al-Karim, Beirut: Dar al-Fikr, 1987.
Abu Nizhan, Buku Pintar al-Qur’an, Jakarta: Qultum Media, 2008.
Alu Syaikh, ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq, Lubab at-Tafsir Min Ibni Katsir, terj. M. Abdul Ghoffar E.M.,;Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2007.
al-Qarni, ‘Aidh, at-Tafsir al-Muyassar, terj. Tim Qisthi Press, Jakarta: Qisthi Press, 2008.
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, Aisar at-Tafa<sir li al-Kalami al-Aliyyi al-Kabir, terj. M. Azhari Hatim dan Abdurrahim Mukti, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007.
al-Banna,  Ahmad Saiful Islam Hasan, Maqa<shid al-Qur’an al-Karim, terj. Abdurrahman Ahmad Sufandi dan Umar Mujtahid, Jakarta: Suara Agung, 2010.
at}-T}abari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir, Jami ‘al-Baya<n an Ta’wil Ayi al-Qur’an, terj. Akhmad Afandi dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
Chaplin,C.P., Kamus Psikologi, terj. Kartini Kartono,Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1995.
Faqih, Allamah Kamal dkk., Nur al-Qur’an, terj. Sri Dwi Hastuti dan Rudi Mulyono, Jakarta: Al-Huda, 2004.
Hidayatulloh, Agus  dkk, Al-Qur’an Transliterasi Per kata dan Terjemah Per Kata, Jawa Barat: Cipta Bagus Segara, 2011.
Jalaluddin, Psikologi Agama , Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2012.
Notosoedirjo, Moeljono, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, Malang: Universitas Muhammadiyah, 2001.
Najati, Muhammad Utsman, al-Qur’an wa Ilm Nafsi, terj. Amirussodiq dkk., Surakarta: Aulia Press Solo, 2008.
Quthb, Sayyid, Fi Zhilal al-Qur’an, terj. As’ad Yasin dkk, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.


[1] Abu Nizhan, Buku Pintar al-Qur’an, (Jakarta: Qultum Media, 2008),  50-51.
[2] Agus Hidayatulloh  dkk, Al-Qur’an Transliterasi Per kata dan Terjemah Per Kata, (Jawa Barat: Cipta Bagus Segara, 2011), 144.
[3] Lihat Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras Li al-Fadh al-Qur’an al-Karim (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), 733.
[4] QS. al- An’am (6): 125
[5] QS. al-Hajj (22) : 4.
[6] QS. al-Jatsiyah (45): 23
[7] Lihat Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, Al-Mu’jam, 378.
[8] Lihat Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, Al-Mu’jam, 404.
[9] Lihat Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, Al-Mu’jam, 404 dan 378
[10] Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Aisar at-Tafa<sir li al-Kalami al-Aliyyi al-Kabir, terj. M. Azhari Hatim dan Abdurrahim Mukti, (Cet.I; Jakarta: Darus Sunnah Press, 2007), 926.
[11] Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Aisar At-Tafa<sir li Al-Kalami Al-Aliyyi Al-Kabir, 927.
[12] Ahmad Saiful Islam Hasan al-Banna, Maqa<shid al-Qur’an al-Karim, terj. Abdurrahman Ahmad Sufandi dan Umar Mujtahid, (cet.I; Jakarta: Suara Agung, 2010), 691-692
[13] ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubab at-Tafsir Min Ibni Katsir, 292.
[14] ‘Aidh al-Qarni, at-Tafsir al-Muyassar, terj. Tim Qisthi Press, (cet.I; Jakarta: Qisthi Press, 2008), 634.
[15] Menurut penulis inilah dikatakan pengertian dari Bimbingan Mental.
[16] Allamah Kamal Faqih dkk., Nur al-Qur’an, terj. Sri Dwi Hastuti dan Rudi Mulyono, (cet.I; Jakarta: Al-Huda, 2004), 301-302.
[17] Lihat Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, Al-Mu’jam,  422.
[18] QS. al-Hajj (22) : 4.
[19] QS. al- An’am (6): 125.
[20] Sayyid Quthb, Fi Zhilal al-Qur’an, terj. As’ad Yasin dkk, (cet.I; Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 209.
[21] Allamah Kamal Faqih dkk., Nur al-Qur’an, 302.
[22] Diambil dari hp android aplikasi “kamus mutarjim”.
[23] Lihat Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, Al-Mu’jam, 424.
[24] QS. al- An’am (6): 125.
[25] QS. al-Furqan (25): 11-13.
[26] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at}-T}abari, Jami ‘al-Baya<n an Ta’wil Ayi al-Qur’an, terj. Akhmad Afandi dkk, (cet.; Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), 490.
[27] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at}-T}abari, Jami ‘al-Baya<n an Ta’wil Ayi al-Qur’an, 493.
[28] Moeljono Notosoedirjo, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, (Malang: Universitas Muhammadiyah, 2001), 21.
[29] Pengertian dari  Mental seperti yang menjadi footnote no. 15. C.P. Chaplin, Kamus Psikologi, terj. Kartini Kartono,(Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1995), 407.
[30] Jalaluddin, Psikologi Agama , (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2012), 10-11.
[31] Allamah Kamal Faqih dkk., Nur al-Qur’an, terj. Sri Dwi Hastuti dan Rudi Mulyono, 301-302.
[32] QS. Al-A’raf (07) : 172.
[33] Bisa berarti jiwa atau dada dalam pengertian  al-Qur’an sesuai dengan analisis penulis dalam  makalah ini.
[34] Muhammad Utsman Najati, al-Qur’an wa Ilm Nafsi, terj. Amirussodiq dkk., (Surakarta: Aulia Press Solo, 2008), 56.
[35] QS. Ar-Rum (30): 30.
[36] Muhammad Utsman Najati, al-Qur’an wa Ilm Nafsi, 55.
[37] QS. Al-Imran (03): 112.
[38] Lihat QS. al- An’am (6): 125.
[39] QS. Al-Baqarah ( 02) :16. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar