BY ABUSTAN FALAHUDDIN (GURU BARAZANJI MTS PP. AL-IKHLAS UJUNG-BONE)
Di saat kita
merasakan nikmatnya kehidupan maka jangan pernah lupa akan suatu saat datang
yang Namanya ujian, cobaan, rintangan, hambatan dan musibah dalam hidup kita. Kesemuanya
itu, harus bisa kita hadapi dengan sikap dan sifat yang bijak akan arti
kehidupan yang sebenarnya. Kita tidak akan mengetahui rasa nyaman sebelum
mengalami rasa sulit atau susah, kita tidak bakalan mengetahui bahwa kita ini
kaya sebelum ada orang yang dibawah kita atau disebut sebagai si miskin.
Sebagai manusia
yang diberi gelar sebagai makhluk yang paling sempurna bahkan bisa mengalahkan
derajatnya para malaikat yang dikenal tidak pernah melanggar perintah Allah Subehanahu
Wata’ala. Terkadang lupa akan gelar paling baik itu dari Sang Maha Pencipta
kita. Kita masih mengerjakan pekerjaannya para syaitan, para iblis yang mana
mereka ini adalah musuh yang nyata bagi kita. Karena musuh yang nyata sehingga
kita tidak mau menerima kenyataan kalua demikian, masih saja menuruti hawa
nafsu yang menyesatkan.
Sebagai hamba
yang taat pada Tuannya yaitu Allah Subehanahu Wata’ala, maka wajiblah bagi kita
untuk mempertahankan gelar yang baik tadi. Belum lagi kita diberi amanah
sebagai “Khalifah fil ardhi” dalam artian diberi tugas untuk mengelola bumi
Allah yang tercinta ini. Kenapa bukan malaikat atau jin atau lainnya yang
diberikan amanah itu, karena Allah Maha Tahu bahwa kitalah ciptaan-Nya yang
paling mampu mengemban amanah itu.
Maka sungguh
rugilah kita sebagai manusia yang menghambakan diri dan mempunyai gelar makhluk
paling sempurna serta adanya amanah sebagai khalifah fil ardhi tidak mau
berusaha menjaga dan istiqomah dalam pemberian-pemberian tersebut.
Perjalanan hidup
memang terkadang tidak sesuai apa yang
menjadi perencanaan hidup kita, tapi kita hanya terbatas dari kemampuan hidup
sempurna kita. Memang kita makhluk paling sempurna, tetapi sempurnanya disini
tidak lah keluar dari banyaknya kekurangan kekurangan. Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi Wasallam saja sebagai Nabi terkahir dan penyempurna dari
seluruh Nabi masih membutuhkan yang Namanya Waratsatul nya yaitu ulama. Artinya
kita semua butuh yang lain juga dalam menunjang perjalanan kehidupan kita.
Hidup menyendiri
bukanlah pilihan yang baik bagi kita sebagai manusia karena sendiri berarti
sombong, sombong berarti merasa paling tidak membutuhkan orang lain. Contoh
kecil saja, kita dilahirkan oleh ibu kita dengan sendirinya tapi tidak bisa
terjadi sebelum ada yang Namanya bapak sebagai pembantu menjalani kehidupannya.
Belum lagi Ketika ingin melahirkan pasti butuh dukungan dan bantuan orang lain.
Kalau lah kita
mampu bijak dalam melihat sesuatu maka tidak akan ada kata keluhan yang keluar
dari mulut yang penuh khilaf ini. Segala yang ada hanyalah titipan saja, kalau
kita mau ambil filosofi dari seorang tukang parkir maka hidup ini, aman aman
saja ditimpa musibah sabar, diberi nikmat syukur dan apapun itu selalu
disandarkan kepada Sang Maha Ilahi.
Apa filosofi
“Tukang Parkir”, Ketika kendaraan yang dating mewah, setengah mewah atau bahkan
kendarannya sudah kategori legendaris maka si tukang parkir menerima semua
dengan ikhlas. Begitupun sebaliknya, Ketika semua kendaraan itu pergi yang
mewah pergi, yang setengah mewah pergi atau pun yang murahan pergi juga maka
tidak ada rasa penyesalan dalam diri atau mau marah-marah. Ketika dititipi
kendaraan si tukang parkir akan menjaganya dengan baik karena kalau tidak si
pemilik kendaraan akan marah-marah bahkan mungkin si tukang parkir akan
dituntut atau dilaporkan atau tidak diberikan upah apapun dalam menjalankan
tugasnya itu.
Begitupun dengan
kehidupan kita saat ini, kita hanya seperti seorang “Tukang Parkir” sementara
Allah Subehanahu Wata’ala adalah Pemilik Kendaraan. Apapun yang dititipkan ke
kita maka jaga dengan baik, disaat pemiliknya mau mengambil kendaraannya maka
kita harus bisa menerima dengan baik tanpa marah-marah atau mengeluh karena itu
semua hanya titipan semata. Sehingga kalau kita mampu menjaganya dengan baik
maka Allah akan memberikan upah yang sesuai dengan usaha kita selama ini.
Ikhlas atau tidak, sabar atau tidak, syukur atau tidak, qona’ah atau tidak. Dan
lain lainnya… dan seterusnya.
Wallahul muwaffiq ila thariqil Haq
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh