By Abustan Falahuddin (Guru Akidah Akhlak 7 MTs PP. Al-Ikhlas Ujung-Bone)
Di kehidupan yang penuh dengan
gemerlapnya dunia, manusia seakan lupa akan siapa jati diri mereka sebenarnya.
Terkadang menganggap sesuatu itu seolah-olah akan ia erat selamanya, terkadang
berfikir kalau saya terus berusaha maka saya akan bisa mempertahankan apa yang
saya miliki saat ini.
Kalau kita mau berkacamata secara
logis dan empiris serta spiritualisme maka akan muncul satu anggapan yang
sempurna yaitu “Semuanya akan sirna pada waktunya” tinggal bagaimana kita
bersiap diri untuk menghadapi itu semua terlepas dari berbagai keberuntungan
yang kita miliki. Karena keberuntungan itu susah untuk dikemukakan sebab
datangnya tidak diundang dan perginya pun sama tidak diantar tiba-tiba ada
saja. Itulah yang diistilahkan oleh anak zaman sekarang yaitu “Rejeki
Nomplok” artinya sesuatu yang tidak pernah kita duga-duga. Dalam Bahasa
agama “Min Haitsu laa Yahtasib”.
Kembali ke pembahasan kata sementara,
sementara ini hanya berkutat pada ada atau tidak adanya sesuatu itu. Jadi boleh
jadi kita melihatnya sekarang tetapi tiba-tiba dia tidak ada atau menghilang
tanpa jejak. Itulah yang namanya kehilangan segala-galanya padahal dulunya
kitalah yang capek sekali dalam mempersiapkan itu semua.
Oleh karena itu, pikir saya saat ini
sebagai seorang yang mengkritik diri sendiri pada tulisan ini bahwa kadang diri
ini sendiri lupa bahwa semua itu adalah “titipan sementara” yang sewaktu-waktu
pemilik dari titipan itu bisa saja mengambilnya, jadi janganlah pernah merasa
akan hidup selamanya apalagi memilikinya selamanya. Dalam konteks di sini
adalah umum, apa saja itu. Sehingga kalau manusia yang sudah memanusiakan
dirinya maka dia tidak akan mau melakukan kegiatan yang membuat orang lain
rugi, bangkrut, sengsara dan lain sebagainya. Karena yang ada dalam pikirannya
hanya satu yaitu” Semua orang akan menghilang jasadnya suatu saat“.
Orang-orang yang betul paham akan hal
itu maka dia akan secara terus-menerus memperbaiki diri bukan malah berbangga
diri di hadapan orang lain. Oleh karena itu, marilah sebagai orang yang merasa
dirinya sebagai manusia yang digelari oleh sebagai Makhluk yang paling
sempurna, maka dalam kehidupannya akan diberikan kedamaian tanpa pertikaian,
permusuhan dll. Kalau toh ada yang memusuhinya maka dia sendiri akan merasa
fine-fine saja.
Sudah sepatutnya kita harus selalu
mengoreksi diri sendiri sebelum mencoba melihat koreksian ke orang lain, kata
orang bijak “Lebih baik kita mencari kesalahan sendiri dibanding mencari-cari
kesalahan orang lain”. Karena itu, sebagai manusia yang mempunyai
kodrat gelar yang luar biasa dari Allah, maka mari kita sama-sama saling
mengingatkan, saling menghormati, saling menghargai, saling tolong-menolong,
saling bekerjasama dalam kebaikan dan mencoba menghindari yang namanya
pertikaian dan permusuhan. Saya pun sebagai penulis ini belum tentu mampu
melihat kekurangan sendiri tetapi kita sama-sama mencoba melihat itu. Dan
ujungnya adalah sama-sama berusaha berubah dan mau memperbaiki diri dari hari
ke hari, dari waktu ke waktu, dari jelek menjadi baik, dari baik menjadi lebih
baik lagi. Begitu seterusnya sampai datangnya hari, dimana hari yang semua
orang tunggu-tunggu yaitu ingin bertemu dengan pencipta-Nya.
😎
BalasHapusMantap terima kasih A Falahudin
BalasHapusgood idea ustadz
BalasHapus